Rabu, 17 Juli 2019

PENULISAN

BASYARNAS (Badan Syariah Nasional) Badan Arbitrase syariah Nasional adalah perubahan nama dari Badan Arbitrase Muamalat Indonesia(BAMUI) Indonesia yang berdiri pada tanggal 21 Oktober 1993 / 5 jumadil Awal 1414 H yang diprakasai oleh majlis Ulama Indonesia. Dengan adanya undang-undang perbankan.no 7 tahun 1992 membuat era baru dalam sejarah perkembangan hukum ekonomi Indonesia. Undang-undang tersebut memeperkenalkan sistem bagi hasil yang tidak dikenal dalam undang-undang tentang pokok perbankan no.14 tahun 1967. Dengan adanya system bagi hasil itu maka perbankan dapat melepaskan diri dari usaha-usaha yang mempergunakan sistem “ bunga”.Pada tanggal 22 April 1992 Dewan Pimpinan MUI mengundang rapat para pakar atau praktisi hukum atau cendekiawan muslim termasuk dari kalangan Perguruan Tinggi guna bertukar pikiran perlu tidaknya dibentuk Arbitrase Islam. Setelah beberapa kali melekukan rapat, didirikanlah Badan Arbitrase Muamalat ndonesia (BAMUI) yang didirikan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) tanggal 05 Jumadil Awal 1414 H bertepatan dengan tanggal 21 Oktober tahun 1993 M. Didirikan dalam bentuk badan hukum yayasan, sebagaimana dikukuhkan dalam akte notaris Yudo Paripurno,SH. Nomor 175 tanggal 21 Oktober 1993. Dalam rekomendasi RAKERNAS MUI, tanggal 23-26 Desember 2002, menegaskan bahwa BAMUI adalah lembaga hukum arbitase syari’ah satu-satunya di Indonesia dan merupakan perangkat organisasi MUI. Kemudian sesuai dengan hasil pertemuan antara Dewan Pimpinan MUI dengan Pengurus BAMUI tanggal 26 Agustus 2003 serta memperhatikan isi surat Pengurus BAMUI No.82/BAMUI/07/X/2003, tanggal 07 Oktobe 2003, maka MUI dengan Sk-nya no.Kep-09/MUI/XII/2003, pada tanggal 24 Desember 1993 menetapkan
1. Mengubah nama Badan Arbitras Mu’amalat Indonesia (BAMUI) menjadi Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS).
2. Mengubah bentuk badan BAMUI dari yayasan menjadi badan yang berada dibawah MUI dan merupakan perangkat organisasi.
3. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai lembaga hakam, BASYARNAS bersifat otonom dan independen.
4. Mengangkat pengurus Basyarnas Dengan lahirnya sistem bagi hasil ini terbuka peluang lahirnya bank muamalat Indonesia yang dalam operasionalnya menggunakan hukum islam. Dari peristiwa di atas merupakan tonggak sejarah yang sangat penting dalam kerhidupan umat islam khususnya perkembangan hukum nasional umumnya. Selama ini peranan hukum islam terbatas hanya pada bidang keluarga saja tetapi pada tahun 1992 peranan hukum islam telah memasuki dunia hukum ekonomi, diterapkannya hukum islam membawa sejarah penting lahirnya Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI). Lahirnya Badan Arbitrase ini sangat tepat karena melalui badan arbitrase tersebut sangketa-sangketa bisnis yang operasionalnya hukum islam dapat diselesaikan menggunakan hukum islam juga. Tujuan Berdirinya dan Ruamh Lingkup BASYARNAS Adapun tujuan didirinya dan ruang lingkup Basyarnas (BAMUI) berdasarkan isi dari pasal 4 Anggaran Dasar yayasan arbitrase Muamalah Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Memberikan penyelesaian yang adil dan cepat dalam sangketa-sangketa muamalah / perdata yang timbul dalam perdagangan , industry, keuangan, jasa dan lain-lain.
 2. Menerima permintaan yang diajukan oleh pihak yang bersengketa dalam suatu perjanjian,ataun tampa adanya suatu sangketa untuk memberikan sutu pendapat yang mengikat mengenai suatu persoalan berkenaan dengan perjanjian tersebut.
3. Adanya BASYARNAS sebagai suatu lembaga permanen, berfungsi untuk menyelesaikan kemungkianan terjadinya sengketa perdata di antara bank-bank syari’ah dengan para nasabahnya atau para pengguna jasa mereka pada khususunya dan antara sesama umat islam yang melakukan hubungan-hubungan keperdataan yang menjadikan syari’ah islam sebagai dasarnya, pada umumnya adalah merupakan suatu kebutuhan yang sungguh-sungguh nyata.
4. Ruang lingkup Basyarnas adalah semua lembaga keuangan, industry, jasa dan lain-lain yang dalam operasinya menggunakan system syariah.


Pria bernama ‎Sugiharto Widjadja (50), warga Kota Bandung, dia bersengketa dengan sebuah bank swasta syariah ternama di Kota Bandung terkait kredit macet. Pada 2014, ia membeli sebuah lahan dan bangunan di Jalan Talagabodas seharga Rp 20 miliar dengan 70 persen pembiayaan atau sekitar Rp 13 miliar dibiayai bank syariah. Sisanya, sekitar Rp 7 miliar dibayar sendiri dengan cicilan Rp 136 juta per bulan yang sudah dibayarkan senilai Rp 1,3 miliar lebih. Di tengah perjalanan, cicilannya bermasalah sehingga bank syariah tersebut menyita lahan dan bangunan tersebut dengan mendaftarkan gugatannya ke Pengadilan Negeri Bandung dan dimenangkan oleh pihak bank dalam perkara nomor 12/Pdt/Eks/2018/PN Bdg secara verstek atau putusan tidak dihadiri tergugat dalam hal ini Sugiharto. Pihak bank kemudian melelang lahan tersebut ke KPKNL Kota Bandung, sekaligus memenangkan lelang tersebut dengan harga Rp 10 miliar. Sugiharto meradang, ia melawan putusan tersebut dengan kembali melayangkan gugatan perdata ke PN Bandung denhan nomor 329/Pdt.Plw/2018/Pn Bdg. ‎"Kami meminta PN Bandung untuk membatalkan putusan yang memenangkan bank syariah tersebut. Alasannya, PN Bandung tidak memiliki kewenangan untuk mengadili sengketa tersebut. Dasar hukumnya jelas, Undang-undang Perbankan Syariah dan Perma tentang Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah. Apalagi selama ini bank syariah tersebut justru memberlakukan denda dan bunga," kata Abdi Situmeang, kuasa hukum Sugiharto saat ditemui di PN Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Bandung Kamis (8/11). Saat ini, kasus tersebut masih dalam tahap mediasi antara kedua pihak sebelum sidang gugatan tersebut dimulai. Dalam mediasi itu, hingga saat ini masih mentok belum menghasilkan solusi bagi kedua pihak. Pihak bank syariah meminta agar Sugiharto membeli lahan tersebut namun itu menurut Abdi, tidak rasional.

REFERENSI:



Tidak ada komentar:

Posting Komentar